Kamis, 14 Desember 2017

GUA MARIA PERENG KOPENG-SALATIGA

Address : Dusun Jampelan, Desa Getasan, Kec. Getasan, Sumogawe, Kab. Semarang, Jawa Tengah, Indonesia.




Karena bulan Desember adalah bulan istimewa dalam rangka Natal, maka saya posting khusus mengenai Bunda Maria di bulan ini ^^
Baru2 ini saya & hubby mengunjungi Gua Maria Pereng di Kopeng (masuk kab Semarang di alamatnya). Gimana cerita lengkapnya? Nah.. langsung capcus yukk... ^^

Taman Doa Gua Maria Pereng letaknya 10 km dari kota Salatiga, di lereng gunung Merbabu. Secara administratif taman doa ini masuk dalam wilayah Stasi Santo Yusuf Getasan, Paroki Santo Paulus Miki Salatiga. Karena letaknya di lereng gunung maka cuaca disini sangat sejuk. Mulai dibangun 11 Oktober 2011, taman doa ini diresmikan oleh Uskup Agung Semarang kala itu, Mgr Johannes Maria Trilaksyanta Pujasumarta.

Kami kesini memakai petunjuk GoogleApps & jalannya lancar, mulus, tidak sulit dilalui dari kota Semarang. Kami berangkat hari Senin & tidak ada kemacetan berarti di sepanjang jalan menuju ke Gua Maria Pereng. Cuaca tiba2 mendung seperti mau hujan. Kami sempat khawatir bakal kehujanan & kabut turun menutupi jalan.. yah.. macam2 pikiran kami saat itulah.. tapi suami saya kekeuh kesana hehe..

Sampai di area Gua Maria, parkir mobil ternyata diluar, tidak bisa masuk kedalam seperti yang saya lihat di foto2 pengunjung di laman internet yang bisa parkir di dekat deretan toko penjual makanan & oleh2 di dalam kompleks Gua Maria. Dan hujannya lebatt pemirsa.. untung bawa payung & baju ganti hihihii..




Kami masuk ke kompleks Gua Maria yang jalannya agak menurun (sesuai namanya Pereng, yang berarti kontur tanahnya agak menurun). Saya berhenti di pelataran di samping Gua Maria untuk berteduh dahulu karena hujan ternyata begitu derasnya.. Setelah menunggu sebentar, hujan tiba2 berubah menjadi gerimis.. & kami bisa melanjutkan jalan kaki, yang ternyataa.. Gua Maria hanya di sebelah persis. Well.. hal ini mengejutkan saya tentu saja yang mengira masih jalan kaki agak masuk ke kompleks untuk menemukan Gua Maria.


MENUNGGU HUJAN REDA.. ^_^

Karena hujan deras tadi, pengunjung disini sudah pulang (saya hanya melihat sepasang suami istri sewaktu hendak masuk ke kompleks Gua) & saya  tidak melihat ada pengunjung lain saat itu. Benar-benar sepi. Dan syahdu.. tiba2 saya merasa damai. Di pelataran depan Gua Maria, disediakan lilin yang bisa dipasang pengunjung & syukurlah saya menemukan 1 lilin masih menyala, sehingga saya bisa menyalakan lilin, karena saya tidak melihat ada korek api di dekat tempat lilin disediakan.




Tempat lilin di depan Gua Maria ada yang terbuka seperti di Gua Maria Kerep, tapi juga ada yang tertutup dengan kaca, sehingga aman dari hujan.
Patung Bunda sempat membuat saya takjub, karena berbeda dengan Gua Maria Kerep, Patung Bunda disini tidak berwarna warni.


SALAH SATU RUTE JALAN SALIB

Setelah doa, pengunjung bisa melakukan jalan salib, menaiki anak tangga yang cukup tinggi. Menurut yang saya baca dari gereja St Yusuf Getasan umat dapat melakukan jalan salib yang tembus ke Gua Maria Pereng, karena lokasinya yang cukup dekat.




Hujan lebat memang menyisakan udara yang lebih sejuk & hawa yang segar. Bagi yang belum pernah kesini, silahkan  berkunjung ke Gua Maria Pereng yang terletak di lokasi yang mudah dijangkau, udara sejuk, dan kompleks yang sangat luas. Luasnya sekitar 4.637 meter persegi. Tanah ini merupakan hibah dari seorang umat Katholik yang bernama Dr Soeryono MM pada tanggal 20 Februari 2009. Ia menghibahkan dengan cita2 bisa digunakan untuk pengembangan iman umat di wilayah tersebut. Dan cita2nya terkabul karena taman doa Gua Maria Pereng kemudian dibangun dengan warga yang terlibat didalam pembangunannya.


Salam Jalan2 !




*****


Baca juga cerita jalan2 yang lain :
Kuliner enak di Solo (part 1)
Berkunjung ke kebun teh Ndoro Donker yuk !
Hunting kopi enak di Jogja (part 1)
Kunjungan ke Klinik Kopi Jogja yang melegenda

Sabtu, 02 Desember 2017

MENILIK CANTIKNYA GEREJA GANJURAN DI JOGJAKARTA


 GEREJA HATI KUDUS YESUS GANJURAN
Bertemu Yesus dalam Wajah Jawa

Sewaktu berkunjung ke Jogja awal tahun ini, saya yang niat awalnya mencari sentra kerajinan, secara tak sengaja mampir di Gereja Ganjuran yang dahulu (kira-kira 4 tahun lalu) pernah saya kunjungi. Tak melewatkan kesempatan ini, saya pun masuk kompleks Gereja bernuansa Jawa nan artistik ini.

suasana di dalam Gereja Induk
Nama lengkap Gereja ini adalah Gereja Hati Kudus Yesus Ganjuran. Terletak 20 km dari pusat kota Jogjakarta, tepatnya di desa Sumbermulyo, Bambanglipuro, Bantul, Jogjakarta. Mulai dibangun tahun 1924 oleh 2 bersaudara keturunan Belanda, Joseph Smutzer dan Julius Smutzer. Dibangun diatas lahan seluas kurang lebih 2,5 hektar kompleks ini terdiri atas Gereja induk, pastoran, ruang pertemuan, bangunan candi beserta pelatarannya, halaman parkir, dan makam.

Patung Yesus dan Bunda Maria yang tengah menggendong putranya juga digambarkan tengah memakai pakaian Jawa.

Candi dengan patung Gusti Yesus didalamnya

Selain menarik karena design Gereja yang perpaduan budaya Jawa & Eropa, begitu melangkahkan kaki masuk kompleks, kita akan terpaku oleh sebuah candi yang berada di tengah kompleks. Yaa...sebuah candi dibangun tahun 1927, dengan teras berhias relief bunga teratai & didalam candi terdapat patung Tuhan Yesus Kristus dengan pakaian Jawa, lengkap dengan mahkota.

 

Misa di Gereja Ganjuran ada dalam 2 bahasa, yaitu bahasa Indonesia & bahasa Jawa, lengkap dengan nyanyian lagu yang diiringi gamelan. Untuk pastinya jadwal perayaan misa dalam bahasa Jawa, bisa dilihat di papan jadwal depan Gereja atau search di internet dulu.


Berikut beberapa link yang dapat membantu mencari informasi seputar Gereja Ganjuran, semoga membantu:
http://gerejaganjuran.com/pages-2-gereja-ganjuran.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Ganjuran
http://www.yogyes.com/id/yogyakarta-tourism-object/religious-sight/ganjuran/
http://www.guamaria.info/ziarah-kemana/14-lokasi-gm-jateng/75-candi-hati-kudus-yesus-ganjuran


 ***




CANDI CETHO DI KAKI GUNUNG LAWU YANG MISTIS


KOMPLEKS CANDI CETHO


Candi Cetho terletak di lereng barat gunung Lawu, Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kec. Jenawi, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia.

Saya kesini sehabis mengunjungi Ndoro Donker Tea House. Letaknya yang dekat dengan tea house membuat saya berpikir untuk sekalian mampir mumpung satu arah & jalannya sepi.

Pemandangan sepanjang jalan menuju ke Candi Cetho

Dari Tea house memang jaraknya cukup dekat pemirsa, tapi yang perlu diperhatikan adalah jalannya yang cukup sempit untuk dilalui 2 mobil. Jadi kalau ada mobil papasan dari 2 arah yang berbeda, agak sulit ya.. apalagi kalau pas nanjak & belok, sepertinya salah satu harus mengalah karena kalau tidak sulit untuk lewat. Nah hal ini perlu diperhatikan kalau ke candi berpapasan dengan tanggal merah/hari libur, kata penduduk sekitar sering macet karena akses jalan yang memang kurang memadai untuk roda 4. Syukurlah pas kesana jalannya sepi jadi perjalanan kami lancar :)

Oya, pastikan kalau naik mobil, pak sopirnya menguasai mobilnya dengan baik karena keterampilan mengemudi & performa mobil yang baik sangat diperlukan. Nah bagi yang gga mau repot mikirin jalan, ada jasa ojek disekitaran tea house yang bisa antar sampai ke candi Cetho dengan mudah. Karena terus terang, naik motor merupakan transportasi paling mudah & aman menurut saya xixixii..

Sampai di dekat Candi Cetho saya lihat ada 2 parkiran mobil/motor yang bisa dipakai pengunjung. Sebelum masuk kawasan Candi kita mesti beli dulu tiket masuknya sekitar Rp 7.000/orang (domestik), Rp 25.000,-/orang (mancanegara). Nanti kita akan dipinjami kain poleng sebagai penutup untuk dipakai di pinggang.

Candi Cetho adalah candi bersejarah umat Hindu yang didirikan pada era Majapahit. Di dekat candi Cetho juga ada Candi lain yaitu Candi Sukuh. Lokasinya sama-sama di lereng gunung Lawu. 
Terletak di lereng gunung & dikelilingi oleh pohon2 lebat serta kebun teh Kemuning disekitarnya membuat udara sangat sejuk & mata juga sejuk melihat pemandangan yang serba hijau. Kabut sering turun & membuat suasana menjadi 'mistis'. Sewaktu saya kesana, kabut agak turun & menutupi bangunan Candi & sekitarnya. Setelah setengah jalan menikmati keindahan Candi kabutnya tiba2 hilang & pemandangan menjadi jelas kembali.




Dari sejarah yang saya baca, Candi Cetho ditemukan pertama kali oleh Van der Vilis pada tahun 1942 yang kemudian penelitiannya dilengkapi tahun 1976 oleh Riboet Darmosoetopo dkk. Tahun 1975/1976 Sudjono Humardani melakukan pemugaran & tahun 1982 Dinas Purbakala  melanjutkan penelitian dalam rangka rekonstruksi. 

Kompleks bangunan Candi Cetho memiliki panjang 190 m, lebar 30m & tinggi 1.496 m dari permukaan air laut. Pola halamannya berteras dengan susunan 13 teras meninggi kearah puncak. Bentuk bangunan berteras mirip dengan bentuk punden berundak masa prasejarah.
Dari tafsiran yang terdapat di Prasasti dengan huruf jawa kuno pada dinding gapura teras ke VII dikatakan peringatan pendirian tempat peruwatan/tempat untuk membebaskan dari kutukan yang didirikan tahun 1397 Saka (1475M).




Fungsi Candi Cetho sebagai tempat ruwatan dapat dilihat melalui simbol-simbol & mitologi yang ditampilkan oleh arca-arcanya. Mitologi yang disampaikan adalah cerita Samudramanthana & Garudeya. Sedangkan simbol dari arca phallus yang bersentuhan dengan arca berbentuk vagina ditafsirkan sebagai lambang penciptaan/kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan. Juga ada arca garuda & kura-kura yang berwujud susunan batu-batu diatas tanah membentuk kontur burung yang sedang membentangkan sayap. Arca-arca yang berwujud manusia secara umum tidak menunjukkan ciri-ciri dewa tertentu, tafsiran sementara arca tersebut perwujudan tokoh wayang. Cerita lebih lengkapnya tertulis dalam papan kaca di kawasan Candi Cetho.




Yang saya perhatikan disini, meskipun letaknya agak sulit dijangkau, pengunjung wisatawan cukup banyak pemirsa. Juga ada beberapa bule yang saya lihat, selain beberapa umat Hindu yang masih bersembahyang dikawasan Candi. Jadi sebagai pengunjung kita diharapkan tidak membuat gaduh, bicara pelan & sopan, juga menjaga kawasan Candi tetap bersih. Bagaimanapun, saya masih sedih karena melihat beberapa pengunjung (wisatawan domestik) yang merokok di kawasan Candi, padahal jelas-jelas di dekatnya ada umat Hindu sedang berdoa. >.<




Mungkin penjagaan di kawasan candi perlu ditingkatkan ya, supaya tidak ada lagi pengunjung yang mengganggu ketenangan tempat ini dengan merokok sembarangan.. juga berteriak-teriak.. sayang sekali kan, tempat wisata yang sejuk ini jadi kotor & berisik. Oya.. sewaktu di puncak saya sempat senang karena bisa menghirup udara segar & sejuk... eh tapi cuma bertahan beberapa detik.. karena berikutnya saya mencium aroma rokok.. hadehh... >.< dan yang saya tambah bingung yang merokok itu justru bapak-bapak, bukan anak sekolah/remaja yang tadi ramai-ramai datang. Gimana pak, koq kalah sama anak muda jaman now yang lebih santun di Candi yaa...mbok ya kasi contoh yang baik buat generasi mudanya..




Satu lagi yang saya garisbawahi disini, anak tangga menuju puncak cukup banyak, jadi persiapkan stamina & kaki yaa supaya kuat naik hehe.. tapi kalau uda biasa naik turun candi Borobudur mestinya ya okelah naik tangga disini.. yang pasti udara & alamnya bikin adem mata & hati.
Selamat berlibur pemirsa ! :)



Baca juga cerita jalan2 yang lain :