Sabtu, 02 Desember 2017

CANDI CETHO DI KAKI GUNUNG LAWU YANG MISTIS


KOMPLEKS CANDI CETHO


Candi Cetho terletak di lereng barat gunung Lawu, Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kec. Jenawi, Kab. Karanganyar, Jawa Tengah, Indonesia.

Saya kesini sehabis mengunjungi Ndoro Donker Tea House. Letaknya yang dekat dengan tea house membuat saya berpikir untuk sekalian mampir mumpung satu arah & jalannya sepi.

Pemandangan sepanjang jalan menuju ke Candi Cetho

Dari Tea house memang jaraknya cukup dekat pemirsa, tapi yang perlu diperhatikan adalah jalannya yang cukup sempit untuk dilalui 2 mobil. Jadi kalau ada mobil papasan dari 2 arah yang berbeda, agak sulit ya.. apalagi kalau pas nanjak & belok, sepertinya salah satu harus mengalah karena kalau tidak sulit untuk lewat. Nah hal ini perlu diperhatikan kalau ke candi berpapasan dengan tanggal merah/hari libur, kata penduduk sekitar sering macet karena akses jalan yang memang kurang memadai untuk roda 4. Syukurlah pas kesana jalannya sepi jadi perjalanan kami lancar :)

Oya, pastikan kalau naik mobil, pak sopirnya menguasai mobilnya dengan baik karena keterampilan mengemudi & performa mobil yang baik sangat diperlukan. Nah bagi yang gga mau repot mikirin jalan, ada jasa ojek disekitaran tea house yang bisa antar sampai ke candi Cetho dengan mudah. Karena terus terang, naik motor merupakan transportasi paling mudah & aman menurut saya xixixii..

Sampai di dekat Candi Cetho saya lihat ada 2 parkiran mobil/motor yang bisa dipakai pengunjung. Sebelum masuk kawasan Candi kita mesti beli dulu tiket masuknya sekitar Rp 7.000/orang (domestik), Rp 25.000,-/orang (mancanegara). Nanti kita akan dipinjami kain poleng sebagai penutup untuk dipakai di pinggang.

Candi Cetho adalah candi bersejarah umat Hindu yang didirikan pada era Majapahit. Di dekat candi Cetho juga ada Candi lain yaitu Candi Sukuh. Lokasinya sama-sama di lereng gunung Lawu. 
Terletak di lereng gunung & dikelilingi oleh pohon2 lebat serta kebun teh Kemuning disekitarnya membuat udara sangat sejuk & mata juga sejuk melihat pemandangan yang serba hijau. Kabut sering turun & membuat suasana menjadi 'mistis'. Sewaktu saya kesana, kabut agak turun & menutupi bangunan Candi & sekitarnya. Setelah setengah jalan menikmati keindahan Candi kabutnya tiba2 hilang & pemandangan menjadi jelas kembali.




Dari sejarah yang saya baca, Candi Cetho ditemukan pertama kali oleh Van der Vilis pada tahun 1942 yang kemudian penelitiannya dilengkapi tahun 1976 oleh Riboet Darmosoetopo dkk. Tahun 1975/1976 Sudjono Humardani melakukan pemugaran & tahun 1982 Dinas Purbakala  melanjutkan penelitian dalam rangka rekonstruksi. 

Kompleks bangunan Candi Cetho memiliki panjang 190 m, lebar 30m & tinggi 1.496 m dari permukaan air laut. Pola halamannya berteras dengan susunan 13 teras meninggi kearah puncak. Bentuk bangunan berteras mirip dengan bentuk punden berundak masa prasejarah.
Dari tafsiran yang terdapat di Prasasti dengan huruf jawa kuno pada dinding gapura teras ke VII dikatakan peringatan pendirian tempat peruwatan/tempat untuk membebaskan dari kutukan yang didirikan tahun 1397 Saka (1475M).




Fungsi Candi Cetho sebagai tempat ruwatan dapat dilihat melalui simbol-simbol & mitologi yang ditampilkan oleh arca-arcanya. Mitologi yang disampaikan adalah cerita Samudramanthana & Garudeya. Sedangkan simbol dari arca phallus yang bersentuhan dengan arca berbentuk vagina ditafsirkan sebagai lambang penciptaan/kelahiran kembali setelah dibebaskan dari kutukan. Juga ada arca garuda & kura-kura yang berwujud susunan batu-batu diatas tanah membentuk kontur burung yang sedang membentangkan sayap. Arca-arca yang berwujud manusia secara umum tidak menunjukkan ciri-ciri dewa tertentu, tafsiran sementara arca tersebut perwujudan tokoh wayang. Cerita lebih lengkapnya tertulis dalam papan kaca di kawasan Candi Cetho.




Yang saya perhatikan disini, meskipun letaknya agak sulit dijangkau, pengunjung wisatawan cukup banyak pemirsa. Juga ada beberapa bule yang saya lihat, selain beberapa umat Hindu yang masih bersembahyang dikawasan Candi. Jadi sebagai pengunjung kita diharapkan tidak membuat gaduh, bicara pelan & sopan, juga menjaga kawasan Candi tetap bersih. Bagaimanapun, saya masih sedih karena melihat beberapa pengunjung (wisatawan domestik) yang merokok di kawasan Candi, padahal jelas-jelas di dekatnya ada umat Hindu sedang berdoa. >.<




Mungkin penjagaan di kawasan candi perlu ditingkatkan ya, supaya tidak ada lagi pengunjung yang mengganggu ketenangan tempat ini dengan merokok sembarangan.. juga berteriak-teriak.. sayang sekali kan, tempat wisata yang sejuk ini jadi kotor & berisik. Oya.. sewaktu di puncak saya sempat senang karena bisa menghirup udara segar & sejuk... eh tapi cuma bertahan beberapa detik.. karena berikutnya saya mencium aroma rokok.. hadehh... >.< dan yang saya tambah bingung yang merokok itu justru bapak-bapak, bukan anak sekolah/remaja yang tadi ramai-ramai datang. Gimana pak, koq kalah sama anak muda jaman now yang lebih santun di Candi yaa...mbok ya kasi contoh yang baik buat generasi mudanya..




Satu lagi yang saya garisbawahi disini, anak tangga menuju puncak cukup banyak, jadi persiapkan stamina & kaki yaa supaya kuat naik hehe.. tapi kalau uda biasa naik turun candi Borobudur mestinya ya okelah naik tangga disini.. yang pasti udara & alamnya bikin adem mata & hati.
Selamat berlibur pemirsa ! :)



Baca juga cerita jalan2 yang lain :







Tidak ada komentar:

Posting Komentar